Kamis, 27 Maret 2014

BERFIKIR DEDUKTIF



Deduktif  adalah cara berpikir yang di tangkap atau di ambil dari pernyataan yang bersifat umum lalu ditarik kesimpulan yang bersifat khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya mempergunakan pola berpikir yang dinamakan silogismus.
Dalam deduktif telah diketahui kebenarannya secara umum, kemudian bergerak menuju pengetahuan baru tentang kasus-kasus atau gejala-gejala khusus atau individual. Jadi deduksi adalah proses berfikir yang bertolak dari sesuatu yang umum (prinsip, hukum, toeri, keyakinan) menuju hal khusus..
Contoh :
Semua mahluk akan mati.
Manusia adalah mahluk.
Karena itu semua manusia akan mati.
Contoh di atas merupakan bentuk penalaran deduktif. proses penalaran itu berlangsung dalam tiga tahap. Pertama, generalisasi sebagai pangkal tolak. Kedua, penerapan atau perincian generalisasi melalui kasus tertentu. Ketiga, kesimpulan deduktif yang berlaku bagi kasus khusus itu. Deduksi menggunakan silogisme dan entimem.
Dapat disimpulkan secara lebih spesifik bahwa argumen berpikir deduktif dapat dibuktikan kebenarannya. Kebenaran konklusi dalam argumen deduktif bergantung pada dua hal, yaitu kesahihan bentuk argumen berdasarkan prinsip dan hukumnya; dan kebenaran isi premisnya berdasarkan realitas. Sebuah argumen deduktif tetap dapat dikatakan benar berdasarkan bentuknya, meskipun isinya tidak sesuai dengan realitas yang ada; atau isi argumen deduktif benar menurut realitas meskipun secara bentuk ia tidak benar.
Dalam deduktif uraian mengenai proses berpikir antara lain
A.   Silogisme Kategorial
Silogisme kategorial adalah silogisme yang semua proposisinya merupakan kategorial. Proposisi yang mendukung silogisme disebut dengan premis yang kemudian dapat dibedakan menjadi premis mayor (premis yang termnya menjadi predikat), dan premis minor ( premis yang termnya menjadi subjek). Yang menghubungkan di antara kedua premis tersebut adalah term penengah (middle term). Contoh:

       Semua tumbuhan membutuhkan air. (Premis Mayor)
       Akasia adalah tumbuhan (premis minor).
    Akasia membutuhkan air (Konklusi)

Hukum-hukum Silogisme Katagorik.

    Apabila salah satu premis bersifat partikular, maka kesimpulan harus partikular juga.

Contoh:

       Semua yang halal dimakan menyehatkan (mayor).
       Sebagian makanan tidak menyehatkan (minor).
    Sebagian makanan tidak halal dimakan (konklusi).

    Apabila salah satu premis bersifat negatif, maka kesimpulannya harus negatif juga.

Contoh:

       Semua korupsi tidak disenangi (mayor).
       Sebagian pejabat korupsi (minor).
    Sebagian pejabat tidak disenangi (konklusi).

    Apabila kedua premis bersifat partikular, maka tidak sah diambil kesimpulan.

Contoh:

       Beberapa politikus tidak jujur (premis 1).
       Bambang adalah politikus (premis 2).

Kedua premis tersebut tidak bisa disimpulkan. Jika dibuat kesimpulan, maka kesimpulannya hanya bersifat kemungkinan (bukan kepastian). Bambang mungkin tidak jujur (konklusi).

    Apabila kedua premis bersifat negatif, maka tidak akan sah diambil kesimpulan. Hal ini dikarenakan tidak ada mata rantai yang menhhubungkan kedua proposisi premisnya. Kesimpulan dapat diambil jika salah satu premisnya positif.

Contoh:

       Kerbau bukan bunga mawar (premis 1).
       Kucing bukan bunga mawar (premis 2).



Silogisme Hipotesis
Silogisme hipotesis atau silogisme pengandaian adalah semacam pola penalaran deduktif yang mengandung hipotese. Silogisme hipotetis bertolak dari suatu pendirian, bahwa ada kemungkinan apa yang disebut dalam proposisi itu tidak ada atau tidak terjadi. Premis mayornya mengandung pernyataan yang bersifat hipotesis. Oleh karena sebab itu rumus proposisi mayor dari silogisme ini adalah:

Jika P, maka Q

Contoh :
Premis mayor : Jika tidak turun hujan, maka panen akan gagal.
Premis minor  : Hujan tidak turun.
Konklusi         : Sebab itu panen akan gagal.




B .Devinisi Entimen
Silogisme sebagai suatu cara untuk menyatakan pikiran tampaknya bersifat artifisial. Dalam kehidupan sehari-hari biasanya silogisme itu muncul hanya dengan dua proposisi, salah satunya dihilangkan. Walaupun dihilangkan, proposisi itu tetap dianggap ada dalam pikiran, dan dianggap diketahui pula oleh orang lain. Bentuk semacam ini dinamakan entimem yang berarti ‘simpan dalam ingatan’ dalam bahasa yunani. Dalam tulisan-tulisan bentuk inilah yang dipergunakan, dan bukan bentuk yang formal seperti silogisme.

Contoh :
Premis mayor   : Siapa saja yang dipilih mengikuti pertandingan Thomas Cup adalah Seorang pemain kawakan.
Premis minor   : Rudy Hartono terpilih untuk mengikuti pertandingan Thomas Cup.
Konklusi          : Sebab itu Rudy Hartono adalah seorang pemain (bulu tangkis) kawakan.
Entimem          : Rudy hartono adalah seorang pemain bulu tangkis kawakan, karena terpilih untuk mengikuti pertandingan Thomas Cup

SUMBER :
Keraf Gorys, Argumentasi dan Narasi. Jakarta: Penerbit PT Gramedia, 1989.

http://id.wikipedia.org/wiki/Silogisme








Tidak ada komentar:

Posting Komentar