Deduktif
adalah cara berpikir yang di tangkap atau di ambil dari pernyataan yang
bersifat umum lalu ditarik kesimpulan yang bersifat khusus. Penarikan
kesimpulan secara deduktif biasanya mempergunakan pola berpikir yang dinamakan
silogismus.
Dalam
deduktif telah diketahui kebenarannya secara umum, kemudian bergerak menuju
pengetahuan baru tentang kasus-kasus atau gejala-gejala khusus atau individual.
Jadi deduksi adalah proses berfikir yang bertolak dari sesuatu yang umum
(prinsip, hukum, toeri, keyakinan) menuju hal khusus..
Contoh :
Semua mahluk
akan mati.
Manusia
adalah mahluk.
Karena itu
semua manusia akan mati.
Contoh di
atas merupakan bentuk penalaran deduktif. proses penalaran itu berlangsung
dalam tiga tahap. Pertama, generalisasi sebagai pangkal tolak. Kedua, penerapan
atau perincian generalisasi melalui kasus tertentu. Ketiga, kesimpulan deduktif
yang berlaku bagi kasus khusus itu. Deduksi menggunakan silogisme dan entimem.
Dapat
disimpulkan secara lebih spesifik bahwa argumen berpikir deduktif dapat
dibuktikan kebenarannya. Kebenaran konklusi dalam argumen deduktif bergantung
pada dua hal, yaitu kesahihan bentuk argumen berdasarkan prinsip dan hukumnya;
dan kebenaran isi premisnya berdasarkan realitas. Sebuah argumen deduktif tetap
dapat dikatakan benar berdasarkan bentuknya, meskipun isinya tidak sesuai
dengan realitas yang ada; atau isi argumen deduktif benar menurut realitas
meskipun secara bentuk ia tidak benar.
Dalam
deduktif uraian mengenai proses berpikir antara lain
A. Silogisme
Kategorial
Silogisme
kategorial adalah silogisme yang semua proposisinya merupakan kategorial.
Proposisi yang mendukung silogisme disebut dengan premis yang kemudian dapat
dibedakan menjadi premis mayor (premis yang termnya menjadi predikat), dan
premis minor ( premis yang termnya menjadi subjek). Yang menghubungkan di
antara kedua premis tersebut adalah term penengah (middle term). Contoh:
Semua tumbuhan membutuhkan air. (Premis
Mayor)
Akasia adalah tumbuhan (premis minor).
∴
Akasia membutuhkan air (Konklusi)
Hukum-hukum
Silogisme Katagorik.
Apabila salah satu premis bersifat
partikular, maka kesimpulan harus partikular juga.
Contoh:
Semua yang halal dimakan menyehatkan
(mayor).
Sebagian makanan tidak menyehatkan
(minor).
∴
Sebagian makanan tidak halal dimakan (konklusi).
Apabila salah satu premis bersifat negatif,
maka kesimpulannya harus negatif juga.
Contoh:
Semua korupsi tidak disenangi (mayor).
Sebagian pejabat korupsi (minor).
∴
Sebagian pejabat tidak disenangi (konklusi).
Apabila kedua premis bersifat partikular,
maka tidak sah diambil kesimpulan.
Contoh:
Beberapa politikus tidak jujur (premis
1).
Bambang adalah politikus (premis 2).
Kedua premis
tersebut tidak bisa disimpulkan. Jika dibuat kesimpulan, maka kesimpulannya
hanya bersifat kemungkinan (bukan kepastian). Bambang mungkin tidak jujur
(konklusi).
Apabila kedua premis bersifat negatif, maka
tidak akan sah diambil kesimpulan. Hal ini dikarenakan tidak ada mata rantai
yang menhhubungkan kedua proposisi premisnya. Kesimpulan dapat diambil jika
salah satu premisnya positif.
Contoh:
Kerbau bukan bunga mawar (premis 1).
Kucing bukan bunga mawar (premis 2).
Silogisme Hipotesis
Silogisme
hipotesis atau silogisme pengandaian adalah semacam pola penalaran deduktif
yang mengandung hipotese. Silogisme hipotetis bertolak dari suatu pendirian,
bahwa ada kemungkinan apa yang disebut dalam proposisi itu tidak ada atau tidak
terjadi. Premis mayornya mengandung pernyataan yang bersifat hipotesis. Oleh
karena sebab itu rumus proposisi mayor dari silogisme ini adalah:
Jika P, maka
Q
Contoh :
Premis mayor
: Jika tidak turun hujan, maka panen akan gagal.
Premis
minor : Hujan tidak turun.
Konklusi : Sebab itu panen akan gagal.
B .Devinisi Entimen
Silogisme
sebagai suatu cara untuk menyatakan pikiran tampaknya bersifat artifisial.
Dalam kehidupan sehari-hari biasanya silogisme itu muncul hanya dengan dua
proposisi, salah satunya dihilangkan. Walaupun dihilangkan, proposisi itu tetap
dianggap ada dalam pikiran, dan dianggap diketahui pula oleh orang lain. Bentuk
semacam ini dinamakan entimem yang berarti ‘simpan dalam ingatan’ dalam bahasa
yunani. Dalam tulisan-tulisan bentuk inilah yang dipergunakan, dan bukan bentuk
yang formal seperti silogisme.
Contoh :
Premis
mayor : Siapa saja yang dipilih
mengikuti pertandingan Thomas Cup adalah Seorang pemain kawakan.
Premis
minor : Rudy Hartono terpilih untuk
mengikuti pertandingan Thomas Cup.
Konklusi : Sebab itu Rudy Hartono adalah
seorang pemain (bulu tangkis) kawakan.
Entimem : Rudy hartono adalah seorang pemain
bulu tangkis kawakan, karena terpilih untuk mengikuti pertandingan Thomas Cup
SUMBER :
Keraf Gorys,
Argumentasi dan Narasi. Jakarta: Penerbit PT Gramedia, 1989.
http://id.wikipedia.org/wiki/Silogisme
Tidak ada komentar:
Posting Komentar